Kumpulan Humor Gus Dur tentang Polisi dan Tentara
Tertawa adalah obat terbaik! Nikmati humor berkualitas dengan koleksi lelucon Gus Dur tentang polisi dan militer Indonesia ini.
Beliau adalah tokoh nasional yang patut dijadikan panutan. Selain itu, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga dikenal sebagai figur spiritual dengan sarkas humor dan kecerdasan uniknya. Terkenal dengan joke-joke cerdas yang dia lontarkan, Gus Dur pun menginspirasi banyak orang dalam membuat pertimbangan melancholic dan suatu pandangan kritis dari suara hatinya.
Di antara yang paling melekat dalam pikiran masyarakat jika mengingat sosok KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ialah terkait joke-joke cerdasnya. Bahkan, humor-humor Gus Dur kerap dilontarkan sebagai media kritik terhadap kondisi masyarakat, bangsa, dan negara, termasuk kehidupan umat beragama.
Beberapa hari lalu, salah satu humor Gus Dur tentang polisi terjujur
di Indonesia mencuat di Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara.
Pasalnya, ada seorang warganet bernama Ismail Ahmad yang mengunggah postingan
tentang humor tersebut. Ismail mengunggah kutipan guyon Gus Dur, "Hanya
ada tiga polisi jujur di Indonesia: patung polisi, polisi tidur, dan
Jenderal Hoegeng" di akun Facebook pribadinya. Namun, postingan
tersebut justru ditanggapi reaktif oleh Polres Kepulauan Sula. Ismail tidak
menyangka, tiga orang polisi tanpa berseragam mendatangi rumahnya. Mereka tak
membawa surat dan langsung membawanya ke Polres Kepulauan Sula. Ismail mengaku
diminta meminta maaf agar kasus tersebut tidak berlanjut ke proses hukum.
Langkah polisi ini menuai kritik dari keluarga Gus Dur dan masyarakat sipil.
Kasus tersebut selesai setelah Kapolres Kepulauan Sula, AKBP Muhammad Irvan
mendapat teguran dari Mabes Polri dan Kapolda Maluku Utara.
baca juga: 5 Fakta karomah gusdur yang menakjubkan
Lain daripada itu, humor-humor Gus Dur terkait aparat (polisi dan TNI)
tentu saja bukan hanya tentang tiga polisi terjujur tersebut. Berikut beberapa
humor Gus Dur tentang Polisi dan Tentara:
Gus Dur Dikejar-kejar Polisi Di era Orde Baru,
setelah menyampaikan ceramah di jember, mobil yang membawa Gus Dur
sudah dibuntuti dua motor gede putih milik Polisi. Dua moge polisi tersebut
berhasil menyalip mobil Gus Dur. Polisi sengaja mengambil jarak agak jauh di
depan mobil Gus Dur agar dapat memberhentikannya.
“Ada apa?!” Gus Dur bertanya kepada polisi yang mencegatnya.
“Assalamu’alikum, kiai,” ucap
salah seorang oknum polisi.
“Wa’alaikumussalam. Ini ada apa, kan saya sudah pergi. Sana pergi
kalian,” Gus Dur mencoba mereka makin mendekat.
“Begini kiai,” kata oknum polisi sampai di kaca jendela. (sedangkan
orang-orang di mobil Gus Dur sudah merasa khawatir) “Begini kiai, mohon maaf
saya tadi belum sempat salaman sama njenengan, jadi terpaksa saya mengikuti
kiai. Tolong kiai, saya ingin salaman,” kata Polisi.
Keduanya lalu salaman sembari mencium tangan Gus Dur. “Matur nuwun
kiai. Selamat jalan ya,” kata dua polisi tadi sambil cengengesan puas karena
sukses bisa salaman dengan Gus Dur.
Kata Gus Dur: “Begitu lah orang NU. Tadinya mereka (polisi) sudah
repot-repot disuruh menjaga supaya ceramah saya tidak suskes,
eeh...ujung-ujungnya pengen salaman.”
(Sumber: Muhammad AS Hikam, Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita,
2013)
Tiga Polisi Terjujur Di era Orde Baru,
kewenangan Polri di bawah Tentara Nasional Indonesia (TNI). Hal ini
menjadikan Polri sebagai aparat keamanan dalam negeri diatur dengan cara
tentara sehingga kerap menimbulkan kontradiksi. Perbincangan terkait institusi
Polri berawal dari lontaran Muhammad AS Hikam yang pada 2008 silam sowan ke
kediaman Gus Dur. Kala itu ada Pak Rozi Munir juga yang sedang jagongan santai
di rumah Gus Dur. Obrolan diawali kegelisahan tokoh-tokoh bangsa tersebut melihat
fenomena maraknya praktik korupsi di lintas institusi negara, perbankan,
termasuk Polri. Padahal, institusi-institusi negara bertugas tidak lain
melayani seluruh elemen warga negara. Praktik korupsi ini tentu tidak hanya
merugikan negara, tetapi juga menyengsarakan warga negara. AS Hikam memberikan
gambaran bahwa mega-korupsi BLBI dan Bank Century yang melibatkan pihak-pihak
tertentu merupakan kasus yang penangannya tidak jelas hingga kini. Padahal uang
rakyat telah raib ratusan triliun (Rp600 triliun untuk kasus BLBI dan Rp6,7
triliun untuk kasus Bank Century).
Di hadapan Gus Dur, AS Hikam berucap: “Kasus yang melibatkan Polri ini
apakah saking sudah kacaunya lembaga itu atau gimana ya Gus. Kan dulu
panjenengan yang mula-mula menjadikan Polri independen dan diletakkan langsung
di bawah Presiden?”
“Gini loh, Kang,” Gus Dur mengawali perkataannya. “Polri kan
sebelumnya di bawah TNI dan itu tidak bener. Mosok aparat keamanan dalam negeri
dan sipil kok diatur oleh dan dengan cara tentara.
Tapi kan memang begitu maunya Pak Harto dan TNI supaya bisa
menggunakan Polri untuk mengawasi rakyat. Setelah reformasi ya harus diubah,
maka Polri dibuat independen dan untuk sementara supaya proses pemberdayaan
terjadi dengan cepat di bawah Presiden langsung. Nantinya ya di bawah salah
satu kementerian saja, apakah Kehakiman seperti di AS atau Kementerian Dalam
Negeri seperti di Rusia, dan lain-lain. Nah, Polri memang sudah lama menjadi
praktik kurang bener itu, sampai guyonan-nya kan hanya ada tiga polisi yang
jujur: Pak Hoegeng (Kapolri 1968-1971), patung polisi, dan polisi tidur...
hehehe...,” urai Gus Dur panjang lebar. Pak Rozi dan AS Hikam tertawa ngakak. (
Sumber: Muhammad AS Hikam, Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita, 2013)
baca juga: Cerita Gus Dur dan Tulisan di Batu Nisannya
Pendukung Gus Dur Dilaporkan
ke Polisi
Ada sebuah kelompok berjargon pembela Islam yang kerap bikin rusuh di
tengah masyarakat. Mereka juga sering main hakim sendiri melangkahi tugas
kepolisian. Saat itu Gus Dur mendapat undangan ceramah di Purwakarta dan
mendapat insiden pengusiran dari kelompok tersebut. Peristiwa tersebut membuat
para pecinta Gus Dur, termasuk Banser marah besar. Kelompok yang melakukan
pengusiran tersebut merasa terancam dan melapor ke polisi.
“Jadi kalian takut sama pendukung Gus Dur?” tanya Polisi.
“Tidak, kami tidak takut mereka. Kami kan lebih militan. Kami bisa
menghadapi centeng-centeng pub dan diskotik,” jawab salah satu pimpinan
kelompok tersebut.
“Apa kalian juga takut sama
Banser?” tanya polisi lagi.
“Tidak juga,” jawabnya lagi.
“Terus apa yang kalian takutkan?”
“Kami takut kualat sama Gus Dur,” jawabnya.
(Sumber: Gus Dur Menertawakan NU, 2010)
Bintang Tiga dan Bintang Sembilan
Pernah Gus Dur diundang menjadi pembicara tunggal dalam sarasehan yang
diadakan oleh KNPI. Jadwalnya Jam 20.30, namun hingga Jam 20.50 dia belum
muncul, panitia pun gelisah.
"Saya takut Gus Dur kesasar," kata Ketua KNPI (waktu itu)
Tjahjo Kumolo.
"Saya kok punya firasat Gus Dur ketiduran," timpal Eros
Djarot yang berdiri di samping Tjahjo.
"Jangan lupa Gus Dur itu
di seminar pun bisa tidur ".
"Jangan-jangan Ia nyasar ke Graha Pemuda, kantornya Menpora
", Tukas Tjahjo.
Tiba-tiba ada yang nyeletuk, "jangan-jangan kena cekal, nggak
boleh ngomong".
Di tengah kegelisahan itu,
tepat pukul 21.00 tiba-tiba Gus Dur nongol. "Maaf, saya harus menerima pengarahan
dulu dari Jenderal bintang tiga," katanya. Ia pun langsung diminta bicara.
Di depan peserta sarasehan itu dia kembali cerita soal
keterlambatannya yang katanya karena dipanggil Jenderal bintang tiga itu. "Baru
bintang tiga saja sudah bisa nyetop orang, bagaimana kalau bintang
sembilan," ucapnya. Bintang sembilan adalah lambangnya NU, yang
selalu terpampang di papan nama kantor NU di semua tingkat. Karena itu, Gus Dur
juga sering bangga bahwa warga NU lebih nyaman kalau bepergian. Para pengusaha
besar dan pejabat tinggi, katanya, kalau bepergian paling-paling menginap di
hotel bintang empat atau bintang lima. "Orang NU, kalau keluar kota
nginepnya di hotel bintang sembilan," alias di kantor pengurus NU!
Gus Dur dan Tentara AL
Gus Dur adalah pemimpin bangsa yang menggagas lahirnya Kementerian
Kelautan dan Perikanan (dulu Departemen Kelautan dan Perikanan). Alasan Gus Dur
sederhana, dua pertiga wilayah RI adalah laut. Dan dalam sejarah, bangsa
Nusantara adalah bangsa maritim. Benteng utama pertahanan laut Indonesia
dilakukan oleh TNI AL dengan Marinir sebagai pasukan elitnya.
Suatu ketika dalam suasana
santai, Presiden Gus Dur berbincang ringan dengan ajudannya yang lulusan
Akademi Angkatan Laut (AAL). Karena dikenal sebagai sosok egaliter, Gus Dur tak
sungkan berbincang dengan siapa pun. Alasan itulah yang membuat orang-orang
dekatnya juga tak segan meski Gus Dur adalah seorang Presiden.
“Gus, salah satu negara di Amerika Latin, yaitu Paraguay nggak punya
laut, kok punya Angkatan Laut?” tanya Ajudan.
“Sama seperti saya, punya Ajudan, tetapi saya bukan seperti Presiden.
Lah, kamu manggil saya Gus,” ujar Gus Dur sambil terkekeh dalam hati.
“Siap Pak Presiden!” sontak Ajudan langsung sadar dan memberi hormat.
“Ndak apa-apa, saya cuma ngetes seberapa besar selera humor seorang
tentara,” lontar Gus Dur dengan tawanya yang khas, sedangkan Ajudan hanya bisa
menahan tawa karena sudah terlanjur hormat. (Sumber: The Wisdom of Gus Dur:
Butir-Butir Kearifan Sang Waskita, 2014)
Gus Dur dan Bendera Bintang Kejora
Jenderal TNI (Purn) Wiranto ketika menjabat Menko Polkam melapor ke
Presiden Gus Dur terkait pengibaran bendera OPM, Bintang Kejora.
“Bapak Presiden, kami laporkan
di Papua ada pengibaran bendera Bintang Kejora,” ujar Wiranto melapor.
Mendengar laporan tersebut, kemudian Gus Dur bertanya, “Apa masih ada bendera
Merah Putihnya?” tanya Gus Dur.
“Ada hanya satu, tinggi,” ujar Wiranto sigap.
Mendengar jawaban itu, Gus Dur kemudian menjawab, “Ya sudah, anggap
saja bintang kejora itu umbul-umbul,” ujar Gus Dur santai.
“Tapi Bapak Presiden, ini sangat berbahaya,” sergah Wiranto.
“Pikiran Bapak yang harus berubah, apa susahnya menganggap Bintang
Kejora sebagai umbul-umbul! Sepak bola saja banyak benderanya!” timpal Gus Dur.
(Sumber: Muhammad AS Hikam, Gus Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita,
2013)
Dzikir Ya Qodim
Pada sebuah kesempatan Markas Koramil mengadakan kegiatan dzikir dan
shalawat untuk keutuhan dan ketenteraman bangsa dengan mengundang Kiai Majid.
Kiai Majid pun memulai dzikir panjangnya dengan khusyu diikuti oleh jamaah yang
hadir. Saat itu, kiai Majid dan jamaah khusyu melafadzkan, “Ya Qodim, Ya Qodim,
Ya Qodim”, secara berulang-ulang hampir dua puluh menit. Tiba-tiba salah
seorang Tentara dari Koramil yang duduk di bagian belakang mencolek Kiai Majid
sambil berbisik.
"Dari tadi disebutnya
Kodim terus, Koramilnya kapan Kiai?“ bisiknya.
Kiai Majid pun hanya tersenyum
dengan sedikit memanggutkan kepalanya. (*)
Prajurit Gus Dur Saat berada di sebuah kapal pesiar,
presiden Indonesia (Gus Dur pastinya), presiden AS dan perdana menteri
Jepang saling memamerkan kebolehan tentara masing-masing.
Presiden AS bilang tentaranya bisa mengelilingi kapal 10 kali tanpa
berhenti, dan langsung dibuktikan, ternyata benar.
Perdana Menteri Jepang malah bilang tentaranya bisa menglilingi kapal
selama 25 kali. Ia panggil salah seorang prajurit untuk terjun ke laut berenang
mengelilingi kapal 25 kali dan... luar biasa, ternyata ia bisa.
Gus Dur hampir-hampir dipermalukan dalam perdebatan itu. Prajurit AS
dan Jepang benar-benar pemberani. Untung Gus Dur segera punya ide. Dipanggilnya
seorang anggota Banser NU yang kebetulan ikut. "Ini bapak-bapak, dia
seorang anggota Banser NU. Dia bukan tentara, dan tidak pernah mengikuti
latihan militer resmi. Dia akan saya suruh berenang 100 kali," kata Gus
Dur sambil menepuk-nepuk pundak anggota Banser.
Presiden AS dan perdana menteri Jepang melongo. "Ayo sekarang
kamu nyebur ke laut dan berenang keliling kapal sampai 100 kali," kata Gus
Dur kepada anggota Banser tadi dengan penuh percaya diri. "Mana mungkin
Gus, saya masak disuruh berenang mengelilingi kapal sebesar ini, saya tidak mau
Gus," kata anggota Banser. "Gila apa..!" tambahnya
menggerutu sambil lalu.
"Ya sudah kalau begitu
kamu balik ke tempat," kata Gus Dur dan angota Banser tadi balik ke tempatnya
semula. Gus Dur lalu mendekati dua pimpinan negara adidaya itu. "Tuh kan
bapak-bapak, sekarang tentara siapa yang lebih berani coba? Pasti lebih berani
tentara saya. Lha wong perintah presidennya aja tidak dipatuhi?" kata Gus
Dur sambil duduk dan menepuk-nepukkan tangan kanan ke pahanya. (*)
Saling Mendoakan Dalam forum kiai-kiai,
Gus Dur memberi sambutan dalam bahasa Arab. Ia minta forumnya
berbahasa Arab saja karena ada intel. Komandan:
“Bagaimana pertemuan kiai-kiai dengan Gus Dur tadi?
Intel: “Tidak ada diskusi, Ndan. Mereka hanya saling mendoakan!”
(Sumber: Alissa Wahid, @AlissaWahid) Komputer Intel Dulu memang intel sangat
menakutkan. Kiai-kiai sudah hafal. Gus Dur:
"Kiai, saya kirim 10 dus komputer apakah sudah dipasang?"
Kiai: "Belum, Gus. Kata anak saya, ada tulisan intel di
kardusnya. Kami takut. Gus Dur: ? Rupanya ada label Intel Inside. (Sumber:
Alissa Wahid, @AlissaWahid)
Dempul Kapal Angkatan Laut
Suatu saat Muhammad AS Hikam sowan menemui Gus Dur. Sampai di
kediaman, Hikam mengetahui Gus Dur sedang beri’tikaf. Seketika itu, Hikam
langsung menyimpuhkan diri di belakang Gus Dur. Mengetahui ada orang hendak
menemuinya, Gus Dur menengok dan membalikan badan. Obrolan berjalan ringan dan
santai. Presiden ke-4 RI dan mantan menterinya itu membincang persoalan
kebangsaan yang seolah tak ada habisnya. Sampailah obrolan tentang kekuatan
pertahanan Indonesia.
Gus Dur tidak memungkiri bahwa kekuatan pertahanan nasional harus
terus dikembangkan. “
Tapi kata TNI persenjataan kita itu kuat lho, Gus,” sergah Hikam.
“Kuat apanya? Kang, kalau misalnya perang di laut, kapal angkatan luat
kita belum sampai ditembak pun sudah tenggelam. Tahu sampean kenapa?” kata Gus
Dur sambil nyengir.
“Kenapa, Gus?”
“Karena keberatan dempul untuk
nambal kapal-kapal kita,” jawab Gus Dur terkekeh. (Muhammad AS Hikam, Gus
Durku, Gus Dur Anda, Gus Dur Kita, 2013)
dikutip dari: https://www.nu.or.id/post/read/120941/kumpulan-humor-gus-dur-tentang-polisi-dan-tentara