Hukum berhubungan badan di bulan puasa

Puasa adalah salah satu ibadah dalam Islam. Apa yang harus anda ketahui tentang tata cara berhubungan badan di bulan puasa?

Berhubungan badan di bulan puasa adalah aktivitas yang harus dijaga dengan hati-hati. Dalam Islam, terdapat beberapa hukum dan faktor yang perlu diperhatikan sebelum anda melakukan berhubungan badan saat puasa. Ini artikel memberikan tinjauan tentang tata cara, kemungkinan risiko dan pengecualian berhubungan badan di bulan puasa.


Pahami ruang lingkup di bulan puasa

Di bulan puasa, adalah penting untuk mengingat bahwa melakukan berhubungan badan dengan suami istri boleh berlangsung pada malam saja. Aktivitas ini harus dihindari selama siang hari karena akan bertentangan dengan hukum puasa. Jika Anda merasakan nafsu yang tinggi dan tidak mampu menahan tujuan romantis Anda, pastikan untuk mengikuti tata cara manasik haji atau vaksinasi lainnya.

Berbagi fakta Hukum bersetubuh pada siang hari pada bulan puasa Ramadhan adalah dilarang dan bersifat membatalkan puasa. Di samping itu, perilaku tersebut masuk ke dalam pelanggaran berat yang mengharuskan seorang muslim membayarnya dengan kafarat ‘udhma (tebusan besar). 

Puasa pada bulan Ramadan hukumnya wajib bagi umat Islam yang sudah mukallaf. Selama sebulan penuh, 29 atau 30 hari, seorang muslim mesti menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa, layaknya makan, minum, hingga bersetubuh, mulai terbitnya fajar shadiq (waktu subuh) hingga datangnya maghrib. Meskipun demikian, agama Islam tetap memperbolehkan pasangan suami istri untuk berhubungan badan pada malam harinya. Hal ini tercantum dalam Surah Al-Baqarah:187.

اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ - ١٨٧

“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. 
Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. 
Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.” (QS. Al Baqarah [2]:187) 

Islam melarang keras umatnya melakukan hubungan badan pada siang hari puasa Ramadan, sekalipun tidak keluar mani. Perbuatan demikian, tentu akan menghilangkan makna puasa itu sendiri, sebagai wadah untuk menahan hawa nafsu.

Kafarat Bersenggama di Siang Hari Bulan Puasa 

Membatalkan puasa Ramadan karena berhubungan badan tidak akan dikenakan membayar qadha puasa. Akan tetapi, Islam memberikan tanggungan kafarat bagi seorang muslim yang melaksanaknnya. Dilansir dari laman NU Online, Islam telah mengatur kafarat untuk perihal ini dalam sebuah hadis riwayat Abu Hurairah sebagai berikut. 
Abu Hurairah meriwayatkan, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. lantas berkata, “Celakalah aku! Aku mencampuri istriku (siang hari) di bulan Ramadhan. Beliau bersabda, “Merdekakanlah seorang hamba sahaya perempuan.” 

Dijawab oleh laki-laki itu, “Aku tidak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berpuasalah selama dua bulan berturut-turut.” Dijawab lagi oleh laki-laki itu, “Aku tak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berikanlah makanan kepada enam puluh orang miskin.” (HR Bukhari). 
Dari dasar hukum tersebut, Islam memiliki 3 jenis urutan kafarat sesuai kemampuan setiap muslim yang melanggar. Pertama, memerdekakan hamba sahaya perempuan yang beriman. Kafarat pertama ini sepertinya sudah tidak selaras untuk zaman ini. 

Kafarat jenis pertama dilewati dan diganti dengan kafarat kedua, yakni berpuasa selama dua bulan (60 hari) secara berturut-turut. Waktu pelaksanaanya qadha puasa dilakukan sesegera mungkin setelah bulan Ramadan itu dan sebelum datangnya bulan suci berikutnya. 

Akan tetapi, bila seorang muslim tidak sanggup menjalankan kafarat kedua, maka dapat diganti dengan kafarat ketiga, yakni memberi makan 60 orang fakir dan miskin. Jumlah takaran kafarat makanan untuk setiap orang fakir dan miskin sejumlah satu mud serta dalam bentuk makanan pokok. 

Dalam penjatuhan kafarat bagi orang puasa yang bersenggama, Islam melihat beberapa keadaan terkait. Keadaan ini menentukan apakah kafarat dapat dijatuhkan kepada muslim yang bersenggama atau tidak. Imam Nawawi Al Bantani dalam kitab Kasyifah al-Saja merincikan 11 persyaratan jatuhnya kifarat ‘udhma sebagai berikut:
  •  Kafarat ‘udhma dijatuhkan hanya kepada lelaki yang sengaja berhubungan badan dengan wanita melalui kemaluan maupun anus. 
  • Kafarat ‘udhma tidak dijatuhkan kepada seorang mukmim yang mendahulukan membatalkan puasa dengan hal lain seperti makanan, baru berhubungan badan. 
  • Ibadah yang dirusak hanyalah puasa 
  • Puasa yang dirusak hanya ibadah dirinya sendiri. Berbeda dengan seorang musafir atau orang yang sedang sakit kemudian berhubungan badan dengan istrinya yang berpuasa, maka baginya tidak membayar kafarat. Hal ini dapat terjadi, karena ketika berhubungan badan, sebelumnya ia berada dalam keadaan uzur. 
  • Hubungan badan dilakukan di bulan Ramadan. 
  • Kafarat dijatuhkan kepada semua jenis bentuk hubungan badan, meskipun tidak keluar mani sekalipun 
  • Pelaku berdosa karena berhubungan badan ketika berpuasa 
  • Dosa berhubungan badan pelaku hanya karena puasa 
  • Puasa yang dirusak hanya sehari, yakni ketika melakukan senggama. Pada hari berikutnya, orang tersebut tetap harus mengikuti puasa Ramadan. 
  • Waktu yang dipakai untuk berhubungan tidak samar dan tidak diragukan masuk ke dalam masa berpuasa. 
  • Hubungan badan dipastikan dilakukan di bulan Ramadan.
Tags:
Religi
Link copied to clipboard.